Cerpen: Prioritas

Hal apa yang pertama kali muncul dibenak kalian ketika mendengar kata prioritas?
Prioritas itu ialah sesuatu yang selalu dianggap penting dan diutamakan dibandingkan dengan yang lainnya.

Sama halnya menyerupai kamu. Kamu itu yang utama, cita-cita, dan tujuan hidupku. Namun nyatanya kau kalah dengan yang prioritas. Ada yang lebih utama, yaitu titah. Sebuah titah yang menuntutku untuk mengesampingkan segalanya, termasuk kamu. Hati berkecamuk menentang logika.  Memerintahkanku untuk melupakanmu sejenak. Aku berperang dengan hatiku, mampukah aku? kurasa tidak. Namun hati benar,tapi logika juga sangat benar.

Dan ketika itu saya menentukan logika. Aku menentukan yang prioritas. Kamu yang utama,namun titah yang lebih utama. Saat itu saya yakin,bahwa waktu takkan berkhianat kepadaku begitupun dengan kamu. Waktu itu kau bertanya kepadaku,
Hal apa yang pertama kali muncul dibenak kalian ketika mendengar kata prioritas Cerpen: Prioritas

Mengapa saya bukan prioritas?

Memang bukan prioritas. Namun kau tetap utama,karena telah bisa berada diruang hatiku. Meski tak menguasai,namun bisa mengisi. Terkadang yang sedikit itu tak terlalu diperhatikan,namun sangat berarti. Kecil bermakna,sedikit utama. Itulah kamu.

Disaat waktu sudah memintaku untuk pergi,kamu tiba dan menangis. Merengek,memelukku sambil mengucapkan sederet kata-kata petuah. Jangan inilah,jangan itulah. Awas lupa ini,jangan lupa itu nanti bakal jadi gini lho,dan masih banyak lagi. Kamu bilang,

Aku takut kau gak pulang,dan bertemu dengan sosok yang jauh lebih baik dari aku..

Aku hanya tersenyum ketika mendengar pernyataanmu itu. Bagiku,satu ya satu. Janji ya janji,harus ditepati. Komitmen itu utama dan paling utama. Karena dengan itu semua,kamu tak akan gampang goyah ketika menemukan yang lebih,lebih,dan lebih.

Saat hendak melangkah meninggalkanmu dan tanah air tercinta kau sempat berteriak,

Aku akan selalu di sini menunggumu. Meski kau tiba dengan banyak sekali luka atau dengan sejuta senang saya tak peduli. Yang niscaya saya akan selalu ada di sini dan dihatimu.

Ingin sekali saya menangis waktu itu. Namun tak mampu. Aku takut,takut semakin jatuh terlalu dalam dan semakin sulit untuk melangkah. Aku hanya bilang,

Tunggulah bila kau mampu,namun bila sudah tak bisa maka berhentilah. Namun yang pasti,dengan atau tanpa nyawa saya niscaya pulang. Sampai jumpa,semoga selalu bahagia.

Dengan langkah pasti,aku berjalan meninggalkan beliau dan daerah ini. Bisa dibilang kami sebentar lagi akan menjalani kekerabatan jarak jauh? Atau biasa disebut LDR? Ya kurang lebih mungkin menyerupai itu. 

Bukan keinginanku berjauhan menyerupai ini,namun tugaslah yang memintaku melakukannya sebagai salah satu bentuk pengabdian. Pengabdian itu selalu dibarengi dengan pengorbanan. Karena dedikasi tanpa pengorbanan itu sombong,dan pengorbanan tanpa dedikasi itu bohong.

Setelah menempuh perjalanan jauh alhasil saya hingga di daerah ini. Tempat di mana saya akan menjalani hari-hari tanpa senyum dan semangat darinya. Huhh..berat sungguh,namun apalah daya tangan tak sampai,keinginan tak tergapai. Aku harus bisa bertahan di sini. Bertahan dari sulitnya hidup ditengah-tengah kekacauan dan kobaran api yang meluluh lantahkan setiap bangunan.

Pagi ini ialah pagi pertamaku di sini.  Membantu mereka yang membutuhkan. Banyak yang ditindas dan dianiaya baik secara fisik mapun verbal. Dan yang menjadi korbannya itu ialah belum dewasa tak berdosa. Setiap hari banyak orang meregang nyawa dengan sia-sia dengan cara yang tak berperikemanusiaan. Ingin rasanya saya berteriak dan memaki mereka yang dengan teganya menghilangkan nyawa seseorang  yang tak berdosa tanpa rasa iba.

Terkadang akupun takut berdiri di sini. Memegang senjata berusaha melindungi mereka dari orang-orang tak berperikemanusiaan.

Duaarrrrrr....duarrrrr...

Suara bom meledak yang memekakkan pendengaran dan meluluh lantahkan bangunan-bangunan. Suara orang-orang yang menangis dan meminta tolong sungguh memilukan.

Tolong..tolong kami..
Tolong saya,tolong anak saya
Ibu.. ayah..
Sakit..hikss..hiksss

Baru kali ini saya berada diposisi menyerupai ini. Melihat penderitaan mereka dengan sangat nyata. Dengan segera saya menyelamatkan dan membawanya ke daerah yang lebih aman. Ketika ingin kembali ke daerah reruntuhan untuk menyelamatkan yang lainnya,aku tertegun ketika ada seorang anak yang memeluk ibunya yang bersimbah darah. Dia meraung dan berusaha membangunkan ibunya.

Ibu bangun.. saya dengan siapa ibu. Hikss..
Aku takut bu,takut ibu.. hikss..hikss..
Ibu kenapa ibu berdarah,ibu berdiri ayo kita pergi bu..
Orang lain sudah menyelamatkan diri ibu..
Ayo bu.. saya takut di sini ibu.. hikss..hikss

Tanpa sadar saya meneteskan air mata. Entah kenapa saya jadi ingat dengan ibu di sana. Semoga ia baik-baik saja dan selalu dalam lindungan yang Maha Kuasa. Dengan cepat saya menghampirinya kemudian menyidik ibunya itu dan ternyata nyawanya tak tertolong. Sungguh menyakitkan menyaksikan ini semua. Anak itu meraung-raung menangisi ibunya.

Ibu jangan pergi..aku takut bu,tak ada siapa-siapa lagi. Hiks
Ibu saya mohon. Hiks..hiks..
Ya Allah ampunilah ibuku,tempatkanlah ia bersama dengan para andal ibadah. Hiks..hiks..

Melihat itu semua saya sadar,bahwa ditinggalkan orang tercinta itu tidaklah gampang dan sangat menyakitkan. Namun melihat ketabahan anak itu membuatku salut. Sangat salut.

Setelah itu dengan segera rekanku yang lain membawa ibu itu untuk segera dibawa ke daerah evakuasi. Lalu dengan perlahan ku peluk anak itu dan berkata,

Sabarlah sayang,ibumu sungguh beruntung menjadi salah satu orang yang mati syahid. Tahukah kau pahala untuk orang yang mati syahid? Yaitu nirwana yang di dalamnya penuh dengan kenikmatan yang sangat luar biasa banyaknya. Teruslah berdiri dan jangan pernah merasa murung dan putus asa. Doakanlah ibumu itu,karena hanya doa anak sholihlah yang akan bisa menyelamatkan beliau dari siksa api neraka. Dan Allah sangat benci dengan orang-orang yang berputus asa.

Setelah anak itu mulai tenang,aku membawanya ke daerah dimana belum dewasa yang sudah tak mempunyai ayah dan ibu berada. Di sana mereka dihibur oleh para relawan yang berasal dari banyak sekali negara.

Untuk sejenak ku bisa melupakan beliau yang berada jauh di sana. Meski tak sepenuhnya lupa,namun berusaha untuk lebih mementingkan yang memang patut dipentingkan. Yaitu sebuah hal yang menjadi prioritas. Dan itu ialah pengabdian.

Hari demi hari dilewati dengan sangat sulit. Bagaimana tidak? Setiap hari melihat ledakan bom,orang-orang ditembak dan dianiaya. Melihat orang meninggal itu sudah menjadi hal yang biasa dan bukan hal yang perlu ditakuti.

Sampai suatu hari,ada ledakan disuatu titik yang cukup banyak penduduknya. Disana terdengar ledakan dan sahutan orang-orang menjerit histeris dan mengumandangkan nama Allah swt.

Allah..Allah..Allah..
Allahuakbar..Allahuakbar..
Lailahailallah..Ya Allah..

Dengan cepat saya dan rekan yang lainnya bergegas ke daerah dimana ledakan itu terjadi. Dengan sigap segera menyelamatkan para korban. Yang menjadi korban jumlahnya cukup banyak mulai dari orang dewasa,lansia,anak-anak,bahkan bayi. Reruntuhannya sangat parah dan ditakutkan ada yang terjebak disana jadi kami menyusuri reruntuhan itu.

Saat hendak melangkah untuk menyusuri reruntuhan yang lain, ada seseorang yang merintih menyerupai menahan rasa sakit. Lalu segera saya hampiri dan ternyata ada seorang wanita yang masih muda,ia terjebak diantara reruntuhan. 

Dengan sekuat tenaga ku bantu ia untuk bebas dari sana. Dan sesudah usaha yang cukup panjang dan melelahkan alhasil ia bisa selamat. Kakinya penuh darah dan tidak bisa berjalan,sepertinya patah. Ku gendong ia menuju daerah penyelamatan untuk segera ditangani.

Entah kenapa ketika melihat ia,aku merasa sangat kasihan dan sedih. Mengingatkanku pada beliau yang jauh di sana. Semoga beliau baik-baik saja,batinku.

Seorang suster memanggilku. Katanya wanita itu memanggilku dan ingin bertemu. Lalu kulangkahkan kaki menuju berangkar daerah ia berada. Tanpa kuduga,dengan cepat beliau memelukku dan berkata,

Terimakasih dikarenakan telah menyelamatkanku. Alhamdulilah nyawaku masih tertolong meski tak bisa berjalan kembali. Sungguh,Allah Maha Pengasih dikarenakan telah mengirim dirimu untukku. Maka izinkanlah saya untuk selalu berada disisimu sebagai bentuk rasa terimakasih. Ku mohon,lagipula kini saya sudah tak punya siapa-siapa. Ku mohon,tuan.

Aku berdiri mematung tanpa bisa berkata. Lalu sesudah seperkian detik barulah sadar dan dengan tegas ku menggelengkan kepala sebagai bentuk penolakkan atas permintaannya. Menyelamatkan beliau itu ialah sebagai bentuk pengabdianku bukan untuk mengharapkan balasan. 

Namun ia tetap kekeh dengan permintaannya,sampai memohon-mohon. Dengan berat hati ku mengizinkan beliau untuk membantu selama berada di sini. Ia terlihat sangat gembira,semangat untuk segera sembuh. Karena semangatnya itulah ia bisa cepat sembuh dan ikut denganku ke asrama.

Setiap hari beliau melayaniku. Membantu menyiapkan masakan untukku dan rekan lainnya,serta mencucikan baju,menasihatiku untuk menjaga kesehatan,dan masih banyak lagi perhatian-perhatian kecilnya.

Dia terlihat bukan menyerupai sobat yang membantu temannya yang lain,tetapi lebih kepada seorang wanita yang mengabdi dan memuja seorang pria yang ia sukai. Dan itu sangat membuatku tidak nyaman. Aku selalu mengingat beliau yang jauh di sana.

Sampai suatu hari,hari dimana saya bebas dari bentuk dedikasi ini. Dan hari dimana saya akan pulang dan bertemu dengan beliau di sana. Namun ketika hendak melangkahkan kaki menuju pesawat,ku mendengar seseorang berteriak dan berkata,

Tunggu,sungguh saya sangat mencintaimu. Aku ingin menjadi istri dan tambahan imanmu. Aku memang bukan wanita andal agama dan sempurna. Dan saya cacat. Namun cintaku tulus. Aku jatuh cinta semenjak pertama kali kau menyelamatkanku waktu itu. Ku mohon bila kau pulang sekarang,bawalah aku. Hiks..hikss

Aku kaget,sangat kaget. Tak habis pikir dengan semua ini. Ternyata dugaanku benar selama ini bahwa ia belakang layar memendam perasaan padaku. Namun saya hanya menganggapnya seorang adik,tak lebih. Terlebih lagi saya telah mempunyai beliau di sana yang sedang setia menunggu.

Dengan berat hati ku berbalik dan berkata,

Maaf,aku sudah mempunyai seorang calon istri. Bentuk perhatian yang ku berikan, itu semua sebab kau telah ku anggap menyerupai adik sendiri. Dan juga sebab hanya bentuk sebuah pengabdian,bukan cinta. Karena cinta dan dedikasi itu berbeda. Pengabdian kadang tak melibatkan cinta,namun cinta selalu melibatkan pengabdian. Pahamilah dan agar kau mendapat yang lebih dariku. Sampai jumpa.

Segera ku naik tanpa menoleh lagi padanya. Dia menangis,namun tak bisa menggoyahkan keyakinanku. Ku yakin ketika ini di sana beliau telah menunggu kedatanganku. Ku pejamkan mata dan berusaha untuk tidur dan melupakan bencana tadi.

Saat mataku terbuka,ternyata pesawat sebentar lagi akan sampai. Tak sabar rasanya,ingin segera memeluk ibu,ayah,adik,dan tentunya dia.

Dengan senyum senang ku bergumam,

Dulu priotitasku ialah pengabdian,namun kini prioritasku ialah cinta. Dan itu kamu. Dulu kau yang utama,namun kini kau prioritas.

Pesawat mendarat dengan sempurna. Dengan senyum mengembang ku langkahkan kaki keluar dari pesawat. Ku lihat di sana ada ayah,ibu,dan dia. Mereka terlihat sangat senang melihatku pulang dengan selamat. Ku dekati mereka dan ku peluk ayah,ibu,lalu dia. Perempuan hebat yang bisa menungguku,tanpa mengeluh. Tak ada yang berubah darinya,masih bagus dengan lesung pipit di pipinya yang chubby. Menggemaskan. Saat memeluk dia,ku berkata,

Apa kabar sayang?. Pasti kau sangat bahagia,begitupun denganku. Dulu ku bilang bila kau tak bisa maka berhentilah,dan kulihat kini kau berdiri di sini dan ku anggap kau mampu. Dulu kau juga sempat bilang,kembalilah meski dengan banyak sekali luka atau sejuta bahagia. Dan kini saya kembali dengan sejuta bahagia. Kenapa? Karena saya bisa bersamamu di sini,dan kamulah kini prioritasku.

Dia terlihat sangat bahagia,sampai-sampai menangis sebagai bentuk bahagianya. Tangisan bahagia. Setelah puas menangis beliau berkata,

Kenapa saya bisa menunggumu? Itu semua sebab saya yakin. Yakin bahwa pengabdianmu mulia,begitupun cinta kita. Dan tulang rusuk takkan pernah tertukar dengan pemiliknya. Jika kau saja besar lengan berkuasa bertahan mengahadapi kesadisan dan keganasan mereka,mengapa saya tidak yang hanya berdiam diri dan menunggu. Melelahkan memang,namun saya yakin kau pasti. Pasti untukku.

Sungguh bahagian mendengar semua itu darinya. Ku peluk ia dengan erat. Lalu ku bersumpah dalam hati bahwa,

Kamulah prioritasku sekarang. Dulu dedikasi dan cinta saling bersebrangan,namun kini saya akan menyatukan keduanya. Mengabdi untuk cinta,dan cinta untuk mengabdi. Ku tegaskan dalam hati,prioritasku ialah kamu,kamu lagi,dan akan selalu kamu.

Disaksikan orang-orang yang berlalu-lalang dibandara,aku dan beliau saling melempar senyum sebagai bentuk dari rasa senang sebab bisa bersatu kembali di daerah yang sama. Inilah ialah selesai dari kisahya yang berakhir bahagia. Prioritas,prioritas,dan prioritas.


Identitas Penulis
Pina Selpia, seorang siswa SMAN 23 Garut yang tinggal di Kampung Sawahgunung, Desa Sukamulya, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut. Anak pertama dari dua bersaudara,lahir di Garut pada 7 April 2001. Dengan menulis saya hidup. Dengan sastra saya tumbuh. Dan dengan membaca saya terus berkembang.

Moto hidup:  
"Hidup menurut usaha dan doa,bukan sokongan dana yang belum menjamin apa-apa"

Belum ada Komentar untuk "Cerpen: Prioritas"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel